7/29/19

Fenomena Eksodus Pemain Top Eropa ke Asia

Oleh : Ary Ditio Baihaqi  (@arybaihaqi_10)

Sebagai Benua terbesar di dunia dengan cakupan 29,5% dari keseluruhan total wilayah daratan di Bumi, Asia menjadi salah satu Benua yang populasinya sangat menggemari olahraga sepakbola. Bahkan beberapa klub sepakbola top di Eropa memiliki basis penggemar terbesarnya berasal dari Asia, yang menjadikannya sebagai langganan destinasi untuk beberapa klub top Eropa tersebut untuk menjalani latihan Pramusimnya.

Chinese Super League
(pict: scmp.com)

Namun seperti yang kita ketahui, Asia bukanlah Benua yang kekuatan sepakbolanya diperhitungkan di dunia. Jika merujuk pada Ranking FIFA, posisi menengah kebawah lebih banyak dihuni oleh negara-negara dari Asia. Hanya ada beberapa negara yang berada di menengah keatas seperti Jepang, Korea Selatan, Iran, Australia, dan Saudi Arabia. Kelima negara tersebut menjadi yang terbaik dalam beberapa tahun belakangan dan langganan mentas di Piala Dunia di setiap edisi. Beberapa pemainnya juga malang melintang di persepakbolaan Eropa, sebut saja seperti Son Heung Min, Shinji Kagawa, Alireza Jahanbakhs, Tim Cahill, Ali Karimi dan masih banyak lagi.

Meski dipandang sebelah mata, Asia tetap menjadi pelabuhan yang menarik bagi sebagian pemain top Eropa untuk mengadu nasib. Salah satu negara yang saat ini tengah ramai diperbincangkan adalah Tiongkok. Negara yang memiliki luas daratan terbesar keempat di dunia di iringi dengan jumlah populasi penduduk terbesar hingga mencapai 1,3 miliar jiwa ini memiliki daya tariknya tersendiri.

Chinese Super League
(pict: en.as.com)

Reformasi sepakbola Tiongkok telah mengubah wajah sepakbola di negeri tirai bambu tersebut. Berbagai hal telah dilakukan seperti mendorong pihak swasta untuk berpartisipasi, pembinaan pemain usia muda, penambahan dan perbaikan fasilitas latihan kelas dunia dan mendatangkan pelatih-pelatih sarat pengalaman. Walau sampai sekarang tiongkok belum mampu berbicara banyak dilevel timnas, namun dilevel klub, Tiongkok menjadi yang perhitungkan. Salah satunya Guangzhou Evergrande yang telah menjuarai Asian Champions League pada tahun 2013 dan 2015.

Chinese Super League atau biasa disingkat CSL menjelma menjadi salah satu liga terkompetitif di Asia. Berdasarkan rilis AFC per 2 Juli 2019, CSL berada diperingkat teratas, disusul Stars League Qatar diperingkat kedua, dan J-League Jepang diperingkat ketiga.

Guangzhou Beijing CSL

Atas gerakan reformasi ini beberapa klub profesional di CSL menjelma menjadi klub yang bergelimang harta. Masuknya pihak swasta dalam kepemilikan klub membuat sebagian klub ini mendapat pasokan dana besar yang membuat mereka mampu untuk menarik sebagian pemain top yang sebelumnya bermain untuk kesebelasan besar di Eropa. Beberapa diantaranya bahkan masih berada di usia emas pesepakbola.

Untuk saat ini beberapa nama tenar telah menghiasi beberapa klub, seperti Paulinho dan Anderson Talisca di Guangzhou Evergrande. Marko Arnautovic, Oscar dan Hulk di Shanghai SIPG. Stephan El Shaarawy, Odion Ighalo, dan Giovanni Moreno di Shanghai Shenhua. Salomon Rondon, Marek Hamsik dan Yannick Carrasco di Dalian Yifang. Sandro Wagner di Tianjin Teda, Graziano Pelle dan Marouane Fellaini di Shandong Luneng dan masih banyak lagi.

Arnautovic Shanghai SIPG CSL
(pict: gettyimages.com)

Mereka telah mengangkat CSL menjadi salah satu liga terbaik di Asia. Bahkan mampu untuk menyaingi J-League dan K-League dari Jepang dan Korea Selatan. Di kompetisi antar klub di Asia khususnya di wilayah timur, mayoritas klub dari ketiga negara tersebut menguasai dan saling sikut menuju laga final.

Jika dibandingkan dengan Tiongkok, klub-klub besar di Jepang dan Korea Selatan tidak melulu mengandalkan pemain asing top dengan harga selangit. Ya saat ini beberapa klub di jepang memang memiliki nama-nama seperti Andres Iniesta, David Villa, Thomas Vermaelen, dan Fernando Torres. Namun klub yang mereka bela saat ini tengah terjerembab di dasar klasemen J-League musim ini.

David Villa Iniesta Jepang Asia
(pict: marca.com)

Untuk di wilayah barat, khususnya dikuasai oleh Saudi Arabia, Iran, dan Qatar. Beberapa kesebelasan besar disana diantaranya Al-Hilal dari Saudi Arabia. Persepolis, Esteghlal FC, Sepahan dari Iran. Dan ada Al-Duhail, Al-Rayyan, dan Al-Sadd dari Qatar. Kawasan Arab juga tak luput dari perhatian para pemain top untuk melanjutkan karir sepakbolanya. Tawaran gaji yang besar, walau tak sebesar yang mampu dibayarkan di Tiongkok, menjadi alasan utama para pemain tersebut hijrah. Nama-nama tenar tersebut seperti Yacine Brahimi, Mehdi Benatia, Sebastian Giovinco, dan Bafetimbi Gomis.

Kehadiran para pemain top tersebut membantu klub untuk meraih target mereka disetiap musim, baik di kancah domestik maupun Internasional seperti di Asian Champions League. Mereka mampu memberikan kemampuan terbaiknya bagi klub masing-masing dan mengangkat nama besar klub tersebut. Sehingga yang awalnya tidak perhitungkan sekarang menjadi salah satu yang terkuat. Namun hal ini tidak akan terjadi jika tidak di imbangi dengan kualitas para pemain lokalnya juga.
Selain itu, para pemain asing top ini juga menguntungkan dari segi bisnis. Penjualan merchandise resmi, dan jersey klub meningkat drastis. Di iringi dengan jumlah penonton yang hadir ke stadion meningkat ketika tim bermain kandang, yang ingin menyaksikan tim kebanggaannya bertanding.

Namun tidak selamanya strategi ini berjalan dengan lancar. Seperti yang dialami oleh salah satu kontestan Chinese Super League, Shanghai Shenhua, yang pada tahun 2017 lalu sempat mendatangkan Carlos Tevez, mantan penyerang Juventus dan Manchester City. Penampilannya bersama Shenhua tidak sesuai dengan ekspektasi. Dengan gaji yang diterimanya sebesar £615 ribu per pekan tidak sebanding dengan torehan 4 gol dari 20 penampilannya. Hingga akhirnya klub memutuskan untuk mengakhiri kerja samanya dengan Tevez setahun lebih cepat dari masa kontraknya.

Apa yang dilakukan oleh Tiongkok ini merupakan salah satu dari strategi untuk membuat liga domestik mereka menjadi semakin kompetitif, yang diharapkan dapat menaikan standar permainan para pemain lokal dengan harapan dapat membentuk timnas yang solid dan mampu bersaing, setidaknya dikawasan Asia. Namun strategi ini ada dampak buruknya juga, yaitu beberapa pemain top yang datang ini di duga karena berorientasi pada uang, yang berujung pada inkonsistensi performa, dan sikap para pemain yang terkadang semau sendiri yang bisa merusak harmonisasi internal di tubuh klub tersebut.

Sah-sah saja untuk melakukan strategi tersebut, jika memang mampu, namun sebab akibat yang ditimbulkan tentu harus siap diterima.