8/27/21

Saatnya Kai Havertz Unjuk Kemampuan Di Chelsea

Oleh : Ary Ditio Baihaqi (@arybaihaqi_10)

Awalnya Mungkin tidak ada yang menyangka bahwa musim lalu Chelsea yang akan keluar sebagai juara Liga Champion. Semua terjadi seakan-akan memang Chelsea sudah ditakdirkan untuk meraih trofi si kuping besar, mulai dari pembagian grup yang relatif lebih mudah, hingga jalan menuju final yang terbilang mulus tanpa hambatan.

Kai Havertz Chelsea

Bandingkan dengan PSG, di fase grup sudah harus bersaing dengan dua tim kuat, Man United dan RB Leipzig, beruntung mereka bisa lolos dengan status sebagai juara grup dengan catatan 4 kali menang dan 2 kali kalah.

Di fase gugur, beruntun mereka dihadapkan dengan lawan-lawan berat, Barcelona, Bayern Munich, dan Man City. Nama terakhir menjadi pengubur asa Neymar dan kolega menjadi juara untuk pertama kalinya dalam sejarah.

Semua penjelasan ini mungkin tidak bisa dikatakan sebagai penyebab utamanya, tetapi andai saja yang menjalani skenario tersebut adalah selain PSG, hasilnya bisa saja jadi lain.


Keberhasilan Chelsea membawa pulang trofi Liga Champion untuk yang kedua kalinya tidak lepas dari impak para pemain baru yang datang, salah satunya Kai Havertz. Spesialnya Havertz-lah yang menjadi penentu kemenangan berkat gol tunggalnya ke gawang Ederson.

Havertz datang ke Stamford Bridge berlabelkan pemain muda dengan potensi besar. Di usia yang belum genap dua puluh, Havertz bahkan telah menjadi andalan bagi Leverkusen sekaligus menjadi pemain termuda yang melakukan debut dalam sejarah klub yaitu di usia 17 tahun 126 hari.

Selama 3 musim memperkuat tim senior, Havertz telah mencatatkan 146 kali penampilan, menit bermainnya selalu membaik dari musim ke musim hingga posisi 11 utama permanen menjadi milikinya. Selama itu Havertz juga sukses menorehkan 46 gol dan 27 asis, posisi Leverkusen diklasemen akhir Bundesliga stabil ada di 5 besar.


Dengan apa yang diperlihatkan itu jelas menarik minat kesebelasan besar datang untuk merekrutnya, tercatat Bayern Munich dan Liverpool paling pertama dibarisan antrian. Hingga pada akhirnya pemuda kelahiran Aachen ini memilih Chelsea sebagai tempat pelabuhan karir selanjutnya, ditebus dengan uang sebesar 71 Juta Paun.

Diluar semua itu, sebenarnya apa yang melatarbelakngi Frank Lampard, pelatih Chelsea saat itu ngebet untuk mendatangkan si pemain berkebangsaan Jerman?

Gaya permainannya sangat unik, dengan tinggi (182 cm) badan itu sangat bagus untuk seorang pemain depan, tetapi yang paling penting adalah teknik dan ketenangannya dalam menguasai bola, dia datang untuk mencetak gol ucap Lampard mengutip dari Standard.

Selain dari sisi teknik, kemewahan lain yang dimiliki Havertz adalah kemampuan untuk bermain dibanyak posisi. Ia bisa main sebagai gelandang maupun penyerang dengan sama baiknya. Bahkan ketika di Leverkusen, torehan 16 golnya datang ketika ia diplot sebagai penyerang.

Meski musim perdananya di Chelsea berhasil membawa pulang trofi Liga Champion plus Super Cup, harus diakui bahwa penampilannya tidak secemerlang ketika ia di Leverkusen.

Havertz terlihat kesulitan untuk mengimbangi gaya permainan Premier League yang mengandalkan kekuatan dan kecepatan. Di beberapa pertandingan ia terlihat tidak nyaman ketika hendak menguasai bola, mendribel, atau memberikan umpan kepada rekan.


Hal ini membuatnya sempat kehilangan tempat diawal musim, dan itu mempengaruhi menit bermainnya yang otomatis juga mengalami penurunan.

Jika dibanding dengan musim terakhirnya ketika di Leverkusen, berdasarkan statistik catatan umpan kunci Havertz turun drastis dari 1,73 umpan perlaga jadi hanya 0,79 umpan saja. Jumlah gol juga mengalami penurunan, dari sebelumnya 18 gol menjadi 9 gol.

Sebenarnya wajar saja penurunan ini terjadi, begitu juga dengan rekan sejawatnya Timo Werner. Tidak setiap pemain memiliki waktu yang sama dalam menghadapi proses adaptasi, semua tergantung dari bagaimana lingkungan dan kondisi klub berjalan, serta rekan-rekan setim yang dapat membantu agar semuanya menjadi lebih mudah. Apalagi bagi pemain muda sepertinya.

Aku tidak pernah membayangkan bahwa disini (Premier League) akan sangat berbeda dengan sepakbola Jerman. Disini sangat mengandalkan fisik, juga lebih banyak berlari. Aku tidak pernah membayangkan akan sesulit iniUcap Havertz dikutip dari Guardian. “Aku menjalani periode yang tidak baik, terutama untuk 6 bulan awal tambahnya.

Seperti apa yang dikatakan, periode waktu 6 bulan awal atau setengah musim memang terasa cukup sulit, ditambah ia juga pernah di diagnosa positif Covid-19 yang membuatnya harus absen di tiga pertandingan.

Kedatangan Thomas Tuchel menggantikan Frank Lampard menjadi titik balik bagi karirnya. Havertz kembali mengambil peran penting dalam skema permainan Chelsea. Permainannya membaik dan terlihat semakin percaya diri. Ketenangannya dalam menguasai bola mulai kembali terlihat.

Ia biasa bermain dibelakang striker dan diduetkan dengan gelandang serang muda lainnya seperti Mason Mount atau Christian Pulisic. Puncaknya Havertz menjadi penentu kemenangan Chelsea atas Manchester City di final Liga Champion berkat gol tunggalnya.

Kai Havertz Final UCL
Momen saat Havertz mencetak gol di Final Liga Champion (Pict: theguardian.com)
 
Musim ini diharapkan dapat menjadi pembuktian bagi seorang Kai Havertz. Dengan segala persiapan yang telah dilakukan, bukan tidak mungkin kita akan kembali melihat Havertz yang dulu ketika masih berseragam Leverkusen.

Dua pertandingan awal telah dilewati dengan sempurna, menang atas Crystal Palace dan Arsenal. Kedatangan pemain berpengalaman seperti Romelu Lukaku juga sangat berpengaruh, keduanya bisa menciptakan kombinasi permainan yang berbahaya di lini depan.

Lukaku dengan kekuatan dan insting mencetak golnya, Havertz dengan teknik dan visi permainannya, plus jangan lupa ada Mount, Pulisic, atau Werner bisa menambah opsi dan variasi permainan sesuai dengan tipikal lawan yang dihadapi.

Bila tak ada aral membentang, bukan tidak mungkin kita akan melihat Chelsea yang akan menjadi juara Premier League selanjutnya.