Tragis. Adalah satu kata yang kedengarannya kejam tetapi sangat menggambarkan kondisi FC Schalke 04 musim ini. Bagaimana tidak, hingga spieltag ke-26 mereka hanya mampu mengemas 1 kemenangan saja, diiringi dengan 7 kali imbang dan sisanya (18 laga) berakhir dengan kekalahan. Jumlah defisit golnya pun juga sama buruknya, yakni dengan hanya mencetak 16 gol dan kemasukan 69 gol.
Jika ditarik urut kebelakang sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi. Bermula dari meluasnya virus COVID-19 yang menyebabkan seluruh dunia berada dalam keadaan yang tidak stabil, perubahan status dari yang awalnya wabah hingga menjadi pandemi menjadi tanda bahwa virus ini tidak terkendali. Hal ini berpengaruh hampir diseluruh sektor kehidupan, termasuk Sepakbola, dan FC Schalke yang berada di dalamnya.
Sejumlah kesebelasan di Bundesliga mengalami krisis finansial akibat pandemi ini, FC Schalke menjadi yang paling parah kondisinya. Mengutip dari situs DW.com, dilaporkan bahwa pada akhir tahun 2019 FC Schalke memiliki hutang hingga 200 Juta Euro. Hal ini kemudian berdampak pada beberapa kebijakan yang terpaksa dilakukan untuk meminimalisir dampak akibat kerugian tersebut.
Baca Juga : Chievo dan Hellas, Mana yang Lebih Terasa Verona?
Pertama, dengan menjual pemain-pemain utama, seperti Weston McKennie ke Juventus dan Ozan Kabak ke Liverpool. Sangat disayangkan sebenarnya melihat talenta muda yang seharusnya bisa bertahan lebih lama dan menciptakan sejarah justru malah pergi lebih cepat. Tetapi, dengan keuntungan dari hasil penjualan keduanya mampu untuk sedikitnya menolong kondisi keuangan klub yang sedang sakit.
Kedua, pihak manajemen klub sepakat untuk melakukan pemotongan gaji kepada para pemain utama sebesar 15% terhitung aktif sejak awal musim ini. FC Schalke yang juga memiliki tim basket bernama FC Schalke Basketball juga terpaksa dibubarkan agar bisa lebih fokus dalam menangani kondisi tim sepakbolanya.
Dengan berbagai masalah seperti ini membuat persiapan tim menjadi tidak ideal, yang akhirnya berdampak pada penampilan tim atas dilapangan. Rentetan hasil buruk dan tidak pernah menang menjadi frasa yang akrab didengar sehari-hari. Semua kepayahan ini juga akhirnya mempengaruhi posisi pelatihnya, tercatat FC Schalke telah memecat tiga pelatih kepala hanya dalam waktu 5 bulan saja!
Dimitrios Grammozis, pelatih FC Schalke saat ini (Pict: Schalke04.de)
Yang pertama David Wagner pada bulan September 2020, posisinya kemudian digantikan Manuel Baum. Tidak lama setelah itu tepatnya bulan Desember, Manuel Baum harus rela di depak dari posisinya digantikan sementara oleh Huub Stevens (hanya sebagai Interim), setelah itu Christian Gross ditunjuk menjadi pelatih kepala yang baru pada akhir Desember. Tak lama kemudian pada bulan Februari, Gross menjadi nama kesekian yang didepak dari kursi kepelatihan.
FC Schalke memang telah kacau sekacaunya. Mulai dari kondisi keuangan, manajemen, dan pemain tidak bisa dikendalikan. Bahkan musim ini Die Königsblauen nyaris saja memecahkan rekor sebagai kontestan Bundesliga terburuk sepanjang sejarah yang selama ini dipegang oleh Tasmania Berlin dengan tidak meraih kemenangan dari 31 laga. Dan jika memang kondisi terus seperti ini, FC Schalke bisa saja menyamai pencapaian Tasmania diakhir musim yang hanya mampu mengumpulkan 10 poin sepanjang musim.
Tetapi untungnya mereka terhindar dari pemecahan rekor 31 laga tanpa kemenangan, setelah tepat di laga ke 31 FC Schalke berhasil menang atas lawannya Hoffenheim dengan skor telak 4 – 1. Sungguh sebuah hasil yang sangat luar biasa. Dan, yang lebih mengagetkannya lagi 3 dari 4 gol tersebut diciptakan oleh seorang anak muda yang bahkan diawal kehadirannya sama sekali tidak diperhatikan, dia adalah Matthew Hoppe.
Seorang remaja yang datang jauh dari Amerika Serikat, awal kedatangannya tidak dielu-elukan, bahkan diketahui saja nampaknya pun tidak juga. Matthew Hoppe saat ini menjelma dari seorang anak muda biasa menjadi sebuah “Harapan” FC Schalke di hari kemudian.
(Pict: Schalke04.de)
Ini adalah musim pertamanya di FC Schalke. Pada awalnya Hoppe memang diproyeksikan untuk memperkuat tim cadangan. Pemain asal California ini baru merasakan debutnya di tim senior pada bulan November 2020. Keputusan untuk memberikan kesempatan lebih cepat sebenarnya memang karena kondisi yang membutuhkan. Pemain depan yang biasanya mengisi papan sebelas utama tidak bisa dimainkan, hingga opsi untuk memanggil pemain muda dipilih untuk mengisi kekosongan tersebut.
Di tim cadangan Hoppe memang terlihat biasa saja sama dengan para pemain muda lainnya, dari 16 laga mantan pemain Barça Residency Academy ini hanya bisa menciptakan 1 gol saja. Setelah laga debutnya bersama tim senior, Hoppe diberi kesempatan main dibeberapa pertandingan Bundesliga, lebih banyak mengawali laga dari bangku cadangan, membuat pemain berumur 19 tahun ini juga tidak bisa memberikan apa-apa.
Momen yang tidak diduga itu akhirnya terjadi. Pertandingan yang bisa dikatakan sebagai penentuan ini malah menjadi panggung bagi seorang pemuda bernama Matthew Hoppe. Menjamu Hoffenheim di Spieltag-15 dengan kondisi babak belur, secara mengejutkan tim yang saat itu tengah dipimpin oleh Chris Gross malah menang besar. Dan saat itu Matthew Hoppe sah menjadi pemain Amerika Serikat pertama yang mencatatkan trigol dalam satu pertandingan.
"Segalanya berubah begitu cepat mungkin dalam rentang satu setengah hingga dua bulan, ada beberapa momen di mana saya bisa mengambil langkah mundur dan melihat apa yang terjadi. Ya, ini gila. Seperti, mimpiku menjadi kenyataan dan itu menjadi spesial bagiku." Kata Hoppe dalam sebuah Media roundtable yang digelar Bundesliga.
Ya hanya dalam hitungan bulan karir Hoppe berubah 180 derajat dari yang awalnya hanya pemain cadangan kini jadi lebih sering mengisi posisi sebelas utama. Setelah melawan Hoffenheim, dua pertandingan beruntun ia sukses membuat masing-masing satu gol, walau tidak dapat menghindarkan dari kekalahan, tetapi secara individu ini adalah sebuah prestasi tersendiri yang patut dibanggakan.
(Pict: Gettyimages)
Dengan kondisi FC Schalke yang saat ini kelihatannya sulit untuk bisa diselamatkan atau setidaknya tetap bertahan di Bundesliga musim depan, membuka opsi untuk sang anak muda kemungkinan untuk hengkang. Karena hingga tulisan ini diturunkan sudah banyak rumor bertebaran di media mengenai ketertarikan tim-tim besar terhadap jasanya. Liverpool, Tottenham, dan Valencia adalah tim yang dikabarkan sedang saling sikut untuk bisa mengamankan tanda tangan sang anak muda.
Bagi FC Schalke membiarkan Hoppe pergi dengan sejumlah dana mungkin menjadi pilihan yang akan dipertimbangkan, mengingat kondisi keuangan klub saat ini yang sedang payah dan akan lebih baik untuk melepas daripada menahannya. Musim depan fokus akan lebih diarahkan untuk merestrukturisasi tim dan besar kemungkinan tidak akan ada pembelian pemain dengan harga mahal.
Bundesliga masih menyisakan beberapa pertandingan lagi hingga akhir musim. Walau harapan untuk bertahan semakin tipis, tidak ada salahnya untuk berusaha semaksimal yang bisa dilakukan. Bagi Hoppe, mungkin ini adalah musim yang tidak semestinya ia rasakan bersama FC Schalke, tetapi bila ia memutuskan untuk tetap bertahan apapun yang terjadi, menjadi sebuah keputusan yang sangat terhormat atas kepercayaan yang telah diberikan padanya.