Oleh : Ary Ditio Baihaqi (@arybaihaqi_10)
Nama Hakim Ziyech tentu sudah tidak asing lagi ditelinga penikmat sepakbola diseluruh dunia. Ia menjadi salah satu aktor dibalik perkasanya penampilan Ajax Amsterdam di Liga Champion musim lalu, dengan berhasil membawa tim asal ibukota Belanda melaju hingga babak semifinal, sesuatu yang bahkan sebelumnya sulit untuk mereka lakukan dalam beberapa tahun belakangan. Walau belum berhasil membawa pulang trofi, penampilan impresif anak asuhan Erik Ten Hag ini tetap mendapat apresiasi dari seluruh orang yang menyaksikan perjuangan mereka dari awal hingga akhir kompetisi.
Gemilangnya penampilan Ajax musim lalu membuat banyak klub elit Eropa menaruh perhatian lebih terhadap para pemain Ajax yang mampu tampil impresif. Dua pemain muda sekaligus pemain yang paling sering mengisi sebelas utama musim lalu, Matthijs de Ligt dan Frenkie de Jong menjadi nama yang sudah terlebih dulu meninggalkan Johan Cruyff Arena. de Ligt memutuskan pergi ke Juventus sementara de Jong memilih pergi ke Barcelona. Hingga kini, keduanya menjadi pemain penting bagi klubnya masing-masing.
Sebagian pemain yang tidak pergi dan memilih untuk bertahan tetap menjadi pilihan utama Ajax. Dengan kedatangan beberapa pemain baru, membuat Ajax di Eredivisie tetap tak tertandingi. Hingga pekan ke-23, mereka tetap kokoh dipuncak klasemen dengan raihan 53 poin, unggul 6 poin dari AZ Alkmaar yang berada diperingkat kedua. Namun berbanding terbalik dengan nasib mereka di Liga Champion yang harus berlanjut di Europa League setelah hanya menempati urutan ketiga, kalah saing dari Valencia dan Chelsea dengan selisih 1 poin saja.
Kegagalan untuk mengulang memori manis di Liga Champion seperti musim lalu tidak membuat mereka kehilangan pesonanya. Salah satu yang tetap menarik perhatian adalah Hakim Ziyech. Pemain asal Maroko ini sukses membuat orang yang melihat permainannya berdecak kagum. Salah satu pertandingan yang menjadi panggungnya adalah ketika Ajax bertamu ke Chelsea dalam lanjutan fase grup Liga Champion, November lalu.
Ziyech bersama Ajax benar-benar membuat Chelsea ketar-ketir saat itu. Pergerakan dengan dan tanpa bolanya sangat luar biasa, visi dan akurasi umpannya sangat maut, Ziyech yang lebih dominan beroperasi disisi kanan penyerangan Ajax sangat merepotkan lini belakang Chelsea yang digawangi oleh Cesar Azpilicueta.
Bahkan Ajax bisa unggul dua gol berkat aksi sang pemain yang berhasil memberi asis kepada Quincy Promes dan melalui tendangan bebasnya yang mengenai mistar gawang dan memantul mengenai Kepa sebelum akhirnya masuk ke gawang. Namun diakhir pertandingan Chelsea berhasil menyamakan kedudukan dengan susah payah dan pertandingan berakhir imbang 4 gol berbalas 4.
Sepertinya pertandingan tersebut sangat membekas bagi Chelsea, terlebih Frank Lampard selaku pelatih kepala Chelsea saat ini. Diam-diam, klub asal kota London ini melakukan pendekatan terhadap Ziyech. Dan, tepat pada 13 Januari lalu, Chelsea dan Ajax mengumumkan secara resmi kepindahan Hakim Ziyech pada bursa transfer musim panas nanti.
Operasi senyap yang dilakukan oleh Chelsea memang tidak diduga sebenarnya. Diketahui Chelsea sebenarnya lebih menginginkan pemain depan untuk menjadi rekan duet Tammy Abraham, dan pilihan jatuh pada penyerang Napoli asal Belgia, Dries Mertens. Namun kesepakatan tersebut tidak pernah terjadi. Dengan resmi bergabungnya Hakim Ziyech pada musim depan menjadikannya sebagai rekrutan pertama Chelsea di era Frank Lampard dan menjadi yang pertama setelah hukuman larangan transfer dicabut.
Bagaimana Ziyech bisa nyetel di Chelsea
Musim ini Chelsea benar-benar dihadapkan dengan situasi yang cukup sulit. Hukuman transfer yang mendera, hengkangnya beberapa pemain utama, dan inkonsistensi permainan. Frank Lampard yang baru menangani London biru untuk pertama kalinya bisa dibilang cukup baik karena mampu membawa timnya berada diposisi 4 besar klasemen sementara, dengan mayoritas menggunakan pemain muda yang minim pengalaman.
Keberanian Lampard mengusung filosofi sepakbola menyerang sedikit banyak menjadi alasan mengapa Chelsea sampai saat ini bisa berada dipapan atas dengan materi pemain seadanya. Chelsea menjadi tim yang ngotot, agresif, dan mampu menghasilkan banyak peluang ke gawang lawan. Namun, tidak jarang permainan menyerang mereka mengundang resiko dengan berkali-kali juga kebobolan melalui skema serangan balik.
Hingga saat ini Chelsea masih dihinggapi oleh berbagai permasalahan yang membuat penampilan mereka kadang tidak maksimal disetiap pekan. Beberapa diantaranya, pertama, sulitnya untuk membongkar pertahanan lawan yang menerapkan low block defensive line. Hal ini biasa terjadi jika melawan tim yang suka menumpuk banyak pemain di area bertahan dan memasang garis pertahanan hampir dekat dengan penjaga gawang. Tammy Abraham dan kolega sering menemui kebuntuan untuk mencetak gol kala melawan tim dengan istilah “Parkir Bus” seperti ini yang akhirnya malah membuat mereka menjadi frustrasi.
Baca Juga : Jorginho bisa sempurnakan Chelsea
Kejadian ini bisa dilihat salah satunya ketika Chelsea menjamu Southampton 26 desember lalu. Kala itu Chelsea yang menguasai pertandingan dan mendominasi peluang akhirnya harus dipermalukan oleh tim tamu yang berhasil mencuri dua gol, melalui skema serangan balik cepat. Dan momen seperti ini bukan hanya terjadi dipertandingan ini saja, melainkan dibeberapa pertandingan lainnya.
Kedua, sektor pertahanan Chelsea musim ini yang tidak sebaik jika dibandingkan dengan musim lalu. Untuk musim ini saja di Liga Primer Inggris, hingga pekan ke-25, Chelsea sudah kebobolan sebanyak 34 gol. Berbeda dengan musim lalu hingga akhir kompetisi mereka hanya kebobolan sebanyak 39 gol. Jelas ini dapat menjadi penghalang bagi anak-anak asuhan Frank Lampard jika mereka ingin merangsek ke tiga besar diakhir musim.
Ketiga, inkonsistensi yang tadi sudah disinggung sedikit, menjadi momok menakutkan bagi Chelsea. Beberapa pemain yang sedang ada masalah dengan hal itu adalah Kepa yang penampilannya naik turun dibeberapa pekan. Penampilan kiper yang diboyong dari Atheltic Bilbao ini mendapat respon negatif dari sang pelatih kepala, Frank Lampard yang mengancam akan mendepaknya jika ia tidak segera memperbaiki penampilannya setidaknya hingga akhir musim ini. Spekulasi mengenai kabar bahwa Lampard akan membawa kiper baru ke Stamford Bridge semakin liar dengan nama Andre Onana sebagai kandidat utama.
Hadirnya Ziyech akan mengatasi kesulitan Chelsea dalam urusan mencetak gol. Ia akan memberikan warna yang berbeda pada kreatifitas lini serang dan akan membantu rekannya yang lain untuk mencetak gol. Ziyech memiliki visi untuk memberikan bola-bola daerah yang berbahaya kepada rekan yang ada disekitarnya, ataupun membawa bolanya sendiri untuk mencetak gol.
Musim ini dari 19 pertandingan bersama Ajax di Eredivisie, ia telah mencatatkan 6 gol dan 12 asis. Jumlah golnya masih terpaut jauh dengan musim lalu, namun perolehan asisnya hampir menyamai pencapaiannya seperti musim lalu. Ia telah berkontribusi dalam mencetak gol sebanyak 18 gol dari 65 gol secara keseluruhan, atau sekitar 25% lebih dari total gol Ajax di Eredivisie.
Kehadiran Ziyech bisa termanfaatkan karena filosofi permainan Chelsea yang tidak beda jauh dengan Ajax. Bermain menyerang, sirkulasi bola cepat, dan atraktif. Ziyech yang sudah terbiasa dengan gaya main tersebut tentunya sudah tidak perlu banyak waktu lagi untuk beradaptasi dengan sistem bermain Chelsea. Tinggal bagaimana ia bisa beradaptasi dengan para pemain yang ada disekitarnya dan bekerja sama dengan baik.
Posisi Ziyech yang fleksibel membuatnya juga bisa ditempatkan dimanapun sesuai dengan kebutuhan tim. Dengan pakem formasi 4-3-3, ia bisa bermain disisi kanan bersama dengan pemain depan yang biasa di isi oleh Tammy Abraham dan Willian. Atau bisa melengkapi slot 3 gelandang dan ditempatkan sebagai gelandang serang (Attacking Midfielder), yang disokong oleh Jorginho dan N’golo Kante. Dengan Kehadiran Ziyech akan menjadi kompetitor kuat untuk para pemain muda saat ini. Mason Mount, Christian Pulisic dan Callum Hudson-Odoi harus bekerja lebih keras lagi untuk menarik perhatian Frank Lampard dan mengamankan posisinya di tim utama.
Satu hal yang harus bisa dilalui oleh Ziyech adalah seberapa cepat ia bisa beradaptasi dengan sepakbola Inggris yang cukup mengandalkan kemampuan fisik dan permainan yang cepat. Mengingat di Eredivisie level kompetisinya tidak sekompetitif dibandingkan dengan Liga Primer Inggris. Dengan pengalamannya yang pernah beberapa kali menghadapi klub asal Inggris, diharapkan dapat membantunya untuk melewati masa adaptasi dengan baik. Di usianya yang saat ini menginjak 26 tahun, adalah waktu yang tepat baginya untuk meraih semua apa yang diimpikannya sebagai sebagai seorang pesepakbola.