Oleh : Ary Ditio Baihaqi (@arybaihaqi_10)
Mendengar nama Korea Utara, bagi sebagian orang mungkin akan mengernyitkan dahinya seraya berkata di dalam hati bahwa “aku mungkin tidak ingin memiliki sebuah kehidupan disana”. sebuah pernyataan yang tidak bisa disalahkan. namun tidak juga dapat dibenarkan, bagi sebagian kalangan.
(Pict: @CagliariCalcio)
Sebuah negara yang memilih untuk menutup diri dari keriuhan dunia. sejak dulu, tidak banyak orang yang mampu dengan leluasa mendapatkan informasi mengenai negara yang berada di ujung timur Asia tersebut. Negara yang memiliki intrik politik yang panjang dengan Korea Selatan ini juga selalu berusaha sebisa mungkin untuk menutup seluruh akses informasi, baik dari dalam ke luar negeri, maupun sebaliknya. terdengar cukup mengerikan untuk di zaman yang sudah semaju ini.
Ketertutupan Korea Utara selama ini praktis membuat orang-orang menolehkan pandangannya dari sana, bahkan cenderung tak peduli. padahal, sesungguhnya di dunia sepakbola, mereka merupakan salah satu penggerak kemajuan sepakbola Asia di dunia. Piala Dunia 1966 di Inggris menjadi saksi sejarah bagaimana perjuangan timnas Korea Utara cukup mengesankan. semua berawal dari lolosnya mereka dari babak kualifikasi zona Asia, Afrika, dan Oceania, kemudian satu grup dengan Uni Soviet, Chile, dan Italia. kejutan terjadi ketika mereka berhasil lolos dari fase grup dan menjadikan mereka sebagai tim Asia pertama yang mampu melakukannya.
Hasil tersebut didapat dengan cara yang juga fenomenal, dimana dipertandingan terakhir mereka berhasil menang dramatis atas Italia. Pak Doo-Ik menjadi pembeda dengan gol tunggalnya dipertandingan itu, dan menghantarkan negaranya lolos. di quarter-final sayangnya mereka harus mengakui keunggulan Portugal dengan skor akhir 5 - 3, padahal, dibabak pertama mereka telah unggul tiga gol lebih dulu, sebelum akhirnya Eusébio dengan empat golnya dibabak kedua menyudahi perjalanan Korea Utara lebih cepat.
Korea Utara melawan Italia di Piala Dunia 1966 (Pict: thesefootballtimes.co)
Beralih ke masa kini. jika dibandingkan dengan negara-negara kawasan timur lainnya, Korea Utara bisa dibilang cukup jauh tertinggal. kita bisa lihat bagaimana kompetitifnya persaingan di J-League (Jepang) dan CSL (China), serta Korea Selatan yang setiap musim konsisten untuk mengirim para pemainnya untuk berkarir di benua biru Eropa. Kita memang sering mengindikasikan bahwa negara mana yang para pemainnya banyak merumput di Eropa dibilang sebagai negara yang kultur sepakbolanya maju. padahal kenyataannya tidak selalu seperti itu.
Beberapa pemain asal Korea Utara sudah banyak yang merasakan merumput dibenua biru. Salah satunya yang saat ini masih aktif dan merupakan legenda adalah Jong Tae-Se. ia pernah malang melintang di Liga Jerman bersama Vfl Bochum dan FC Koln. kini ia bermain bersama Shimizu S-Pulse di Jepang. kemudian ada Pak Kwang Ryong yang menurut saya merupakan salah satu pesepakbola terbaik yang dimiliki Korea Utara saat ini.
Berposisi sebagai penyerang, kadang juga melebar ke sayap. kini bermain di Liga Austria bersama SKN St. Polten dan pernah satu liga juga dengan wonderkid Borrusia Dortmund, Erling Håland. tipikal permainannya cepat dan memiliki insting penyelesaian akhir yang cukup baik. sebelumnya ia telah lama mencicipi atmosfir sepakbola eropa dibeberapa klub Swiss dengan status pinjaman dari FC Basel. sehingga secara teknik, Pak telah terlihat cukup baik dan mampu bersaing di Liga Austria sejauh ini.
Jong Tae-Se (Kiri), Pak Kwang-Ryong (Kanan)
Dan kini, muncul juga seorang bocah yang mampu menarik perhatian dunia sepakbola, ia adalah Han Kwang-Son. pemain kelahiran tahun 1998 ini diharapkan menjadi tumpuan untuk Korea Utara dimasa depan. Dibesarkan di iklim sepakbola Italia yang menuntut kekuatan fisik yang lebih, sebagai pemain depan, Han bisa dibilang mampu untuk bersaing dengan para pemain bertubuh lebih besar darinya. dengan modal kecepatan khas dari Asia serta teknik individunya, ia bisa menjadi pemain hebat dikemudian hari.
Kini, Han merupakan bagian dari kesebelasan asal Qatar, Al-Duhail SC, setelah didatangkan pada awal tahun ini dari Cagliari. tentunya, dengan bermain di Qatar bisa menambah jam terbang dan pengalaman sehingga ia bisa lebih siap untuk bermain dilevel yang lebih tinggi, sama seperti apa yang dilakukan oleh Shoya Nakajima, pemain asal Jepang yang sebelumnya bermain untuk klub yang sama dengan Han, dan kini telah menjadi bagian penting dari raksasa Portugal, FC Porto.
(Pict: gettyimages)
Nampaknya, asal negaranya saat ini juga merupakan salah satu aral terjal baginya untuk bisa berkompetisi di liga-liga besar Eropa. hal itu karena ada isu yang mengatakan bahwa sebagian gaji yang diterimanya, masuk ke rekening pemerintah Korea Utara, sehingga banyak klub yang berpikir dua kali untuk mendatangkannya. alasan-alasan politis seperti ini yang membuat talenta seperti Han menjadi sulit untuk berkembang.
Di timnas, Han belum sepenuhnya memperlihatkan kontribusi. dari 10 penampilannya bersama timnas senior Korea Utara, ia baru menciptakan 1 gol. gol itu tercipta dipertandingan melawan Turkmenistan dalam ajang kualifikasi Piala Dunia 2022. tentunya masih ada jalan panjang bagi Han untuk bisa memperlihatkan tajinya di timnas. di usianya yang masih muda, potensinya masih bisa terus berkembang. semoga dengan situasi politik yang masih bisa berubah kedepannya, membuat karir sang permata bisa jauh lebih baik. siapa yang tahu, kedepannya, Han Kwang-Song bisa berseragam klub elit eropa seperti, Liverpool, Arsenal, atau Tottenham Hotspurs?