Oleh : Ary Ditio Baihaqi (@arybaihaqi_10)
Leicester City menjadi tim di Premier League yang sering menjadi bahan pembicaraan dalam beberapa tahun terakhir. Performa impresif mereka dibuktikan dengan raihan gelar Premier League dimusim 2015/16. Walau mengalami siklus naik turun dimusim selanjutnya, perlahan namun pasti, Leicester City kembali menemukan ritme dan kini bercokol dipapan atas klasemen sementara Premier League.
Pemain-pemain yang kini sering kita lihat highlight-nya dibeberapa media olahraga juga sebelumnya memiliki hubungan yang kuat dengan tim yang identik dengan warna biru tua ini. Sebut saja seperti Riyad Mahrez, N’golo Kante, Kasper Schmeichel, dan Jamie Vardy. Dua nama pertama yang disebut berperan penting dalam skenario Leicester City untuk mendapatkan gelar pertamanya waktu itu, dan kini telah menjadi bagian dari dua kesebelasan elit lain di Premier League. Namun, di dalam progres positif Leicester City beberapa musim belakangan, ada satu nama pemain yang jarang diangkat, walaupun sebenarnya cukup berkontribusi, ia adalah Marc Albrighton.
Baca Juga : Zinedine Zidane, Terbaik Sebagai Pemain Dan Juga Pelatih?
Secara statistik, Albrighton mungkin tidak sementereng Jamie Vardy atau Riyad Mahrez ketika masih membela Leicester City, atau mungkin tidak sebaik James Maddison dalam urusan mengolah dan mendistribusi bola, namun faktanya, dibeberapa musim belakangan, Marc Albrighton selalu menjadi opsi utama dalam mengisi posisi starting line up diposisi sayap kanan Leicester City. Besar dan tumbuh sebagai pesepakbola di Aston Villa, ia menjadi salah satu pemain yang cukup menjanjikan. Hingga pada akhir kontraknya tidak ada kepastian, dan Leicester City datang menawarkan sebuah kesempatan yang tidak mungkin di tolak. Kesepakatan terjadi, dan Albrighton resmi menjadi bagian dari Leicester City mulai musim 2014/15.
Berposisi sebagai pemain sayap, Albrighton mampu bermain di kanan dan di kiri sama baiknya, walaupun lebih sering dimainkan di sisi kanan. Sejak kedatangannya di Leicester City, ia selalu menjadi salah satu pilihan utama, walau klub tersebut tercatat sudah beberapa kali berganti manajer. Puncak karirnya ketika berhasil membawa Leicester City menembus batas performa menjadi juara Premier League musim 15/16. Ketika itu banyak pemain yang mendapat perhatian dan sorotan karena penampilannya yang cemerlang dengan catatan di atas kertasnya yang menawan. Namun, tidak ada satupun yang tertarik memperhatikannya.
Sepakbola modern saat ini memang menuntut pemain untuk bisa cemerlang diberbagai aspek, baik itu dampak di lapangan terhadap tim, maupun catatan statistik entah itu jumlah gol, asissts, dan semacamnya. Di atas kertas, Marc Albrighton bukanlah pemain yang konsisten berkontribusi gol atau asissts di setiap pekan, tetapi, dari sisi dampak di lapangan, ia merupakan pemain yang mampu menghidupkan sisi permainan dimana ia dimainkan.
Albrighton mencetak gol ke gawang Sevilla di ajang Liga Champion
Albrighton bukan pemain depan yang bisa memberikan kejutan dan sihir melalui aksi individu seperti pemain depan kebanyakan saat ini, ia hanya melakukan apa yang menjadi keahliannya, yaitu melepaskan umpan silang ke kotak penalty lawan. Dilansir dari Sky Sports, sejak musim 2014/15, Albrighton menjadi pemain yang paling banyak melepaskan umpan silang, yakni sebanyak 707 kali, lebih banyak 125 kali dari pemain lain.
Fokus Albrighton dalam permainan hanya bagaimana caranya agar tim dapat meraih apa yang di inginkan, bukan dengan jumlah gol atau asissts, tapi dengan membantu rekannya untuk melakukan tugasnya masing-masing. Walau telah berhasil membawa timnya menjadi juara Premier League dan konsisten berada dipapan atas, faktanya, Albrighton tidak sekalipun pernah dipanggil untuk memperkuat timnas Inggris. Ia kalah tenar dengan nama seperti, Raheem Sterling, Jadon Sancho, dan Dele Alli yang secara statistik jauh lebih baik darinya.
Albrighton perpanjang kontrak hingga tahun 2022
Dalam bermain, Albrighton selalu mengutamakan kepentingan tim. Baginya, kepentingan tim diatas segala-galanya. Inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa catatan statistiknya diakhir musim selalu terlihat biasa saja. Hal ini juga berdasarkan kepribadiannya yang memang tidak suka untuk muncul terlalu sering di media. Sehingga, ia tidak perlu untuk selalu membuktikan kehebatannya sebagai pemain dengan raihan gol dan assists disetiap pekan, yang terkadang malah lebih membuat pemain mengutamakan kepentingan pribadi ketimbang tim. Ia akan mencetak gol atau assists jika memang berada dalam momentum yang tepat, tanpa harus memaksakan kehendak yang malah membahayakan kepentingan timnya sendiri.
Albrighton adalah pemain sederhana dan memiliki sifat tanggung jawab yang besar terhadap tim yang dibelanya. Bahkan, ia rela untuk tidak mendapatkan menit bermain jika ada pemain yang tampil lebih baik dan berkontribusi lebih terhadap tim. Hal ini yang tengah dialaminya saat ini, karena harus berbagi menit bermainnya dengan Harvey Barnes, Demarai Gray dan Ayoze Perez.
Usianya kini telah menginjak 30 tahun, tak banyak pemain saat ini memiliki karakter yang sama dengan Marc Albrighton. Seorang pemain sayap tradisional yang hanya fokus untuk menggiring bola dan melepaskan umpan silang. Saat ini, pemain dituntut untuk lebih bisa melakukan banyak hal, dan bermain diberbagai posisi. Ini juga yang menjadi salah satu alasan dari berkurangnya menit bermain Albrighton di Leicester secara perlahan dari musim ke musim. Waktu perlahan menggeser para pemain bertipikal seperti Marc Albrighton ini, dimana setiap pemain dituntut untuk bisa impresif tidak hanya ketika dilapangan, namun juga dari catatan angka-angka statistik yang kasat mata.