Oleh : Ary Ditio Baihaqi (@arybaihaqi_10)
Musim lalu rasanya menjadi musim yang tidak akan pernah dilupakan oleh seorang bocah bernama, Joao Felix. Pesepakbola muda dengan mimpinya. Sama seperti kebanyakan bocah lainnya, Felix terlebih dulu menimba ilmu di tim cadangan Benfica atau yang biasa disebut dengan Benfica B. Disana, ia diajarkan dan ditempa dengan pemain yang seumuran dengannya, dan berkompetisi. Namun, bakatnya yang cemerlang terlalu silau untuk tidak dilihat oleh Rui Vitoria, Pelatih Kepala Benfica saat itu untuk segera mempromosikannya ke tim Senior. Dan nampaknya keputusan itu benar-benar tepat.
Walau baru menjalani musim debutnya sebagai pesepakbola professional, Joao Felix tidak canggung. Buktinya ia mampu mengimbangi permainan yang ditampilkan oleh Pizzi dan kawan-kawan. Felix tampil gemilang dengan aksinya dilapangan hijau, dan tampak tidak terlihat gugup sama sekali. Musim debutnya ia lewati dengan berbagai catatan yang luar biasa, total 19 gol dan 10 asis ia bukukan selama semusim penuh. Berkat penampilan dimusim debutnya tersebut, Joao Felix diganjar dengan penghargaan Golden Boy Award 2019, mengalahkan dua kandidat potensial yang tidak kalah hebatnya, Jadon Sancho dan Kai Havertz yang kebetulan keduanya sama-sama berlaga di Bundesliga, Jerman.
Joao Felix juga sempat mendapatkan panggilan perdana timnas senior Portugal pada bulan Maret 2019, namun ia baru menjalani debut kala berhadapan dengan Swiss di semifinal UEFA Nations League 3 bulan setelah pemanggilannya, dikarenakan ia mengalami cedera yang membuatnya gagal mencatatkan debut dipemanggilan perdana.
Bakat alaminya segera tercium oleh klub-klub raksasa Eropa. Manchester City dan Paris Saint Germain dikabarkan tertarik untuk mendatangkannya dan sudah melakukan komunikasi dengan Benfica selaku pemilik. Melalui drama yang panjang dan negosiasi yang alot, akhirnya Atletico Madrid-lah yang secara resmi mengamankan jasa sang pemain muda yang digadang sebagai the next Cristiano Ronaldo ini. Satu langkah besar telah diukirnya untuk mewujudkan mimpi menjadi pesepakbola terbaik didunia.
Kepindahannya ke Atletico Madrid ternyata tak lepas dari kontroversi, Media dan para pundit mempertanyakan soal banyaknya uang yang dikeluarkan untuk memboyong sang wonderkid, hingga mencapai 126 juta euro atau 1,8 triliun rupiah. Merupakan sebuah perjudian besar mempertaruhkan segalanya kepada sang anak muda.
Namun, hal itu nampaknya tak jadi masalah besar dan Diego Simeone, sang pelatih, tak mau ambil pusing dan menganggap bahwa apa yang telah dilakukannya merupakan sebuah investasi jangka panjang. Apalagi, belum lama mereka juga telah melepas Antoine Griezmann ke Barcelona, sehingga ini menjadi kesempatan bagi Joao Felix untuk mengamankan posisi starting line-up Atletico musim depan.
Dipramusim Joao Felix tampil mengesankan, tak ayalnya seperti di Benfica dulu. Semua berjalan dengan baik. Pekan perdana La Liga juga tidak ketinggalan. Namanya terdaftar di sebelas utama yang diturunkan dan ikut andil pada kemenangan pertama di Liga atas Getafe. Gol perdananya untuk Atletico baru terjadi dipertandingan ketiga La Liga, kala menjamu Eibar. Ia mencetak gol dan memperkecil ketertinggalan atas tim tamu yang sudah unggul dua gol terlebih dahulu. Menerima sodoran umpan dari Diego Costa dan dengan mudah Felix mendorong bola ke sisi kiri gawang yang telah kosong. Diakhir laga, Atletico keluar sebagai pemenang dengan skor akhir 3-2.
Namun, setelah itu Joao Felix bagai hilang ditelan malam. Beberapa faktor menjadi penyebab penampilannya menurun. Salah satunya riwayat cedera yang sebelumnya ketika masa pramusim juga ia alami, berlanjut ketika melawan Valencia dalam lanjutan La Liga, ia terpaksa harus ditarik keluar dipenghujung pertandingan karena mengalami masalah pada engkelnya.
Kerap Cedera jadi alasan inkonsistensi Felix di Atletico
Faktor internal juga menjadi salah satu penyebabnya. Sebenarnya, bukan hanya Joao Felix seorang yang unform, melainkan semuanya. Skema taktik arahan Diego Simeone dinilai tidak berjalan dengan baik dan berdampak langsung pada penampilan tim secara keseluruhan. Alhasil terhitung sejak pekan ke-23, Atletico hanya mampu mengkreasi 23 gol saja (rataan 1 laga 1 gol) dengan jumlah kebobolan yang juga cukup banyak, 15 gol, yang artinya defisit 8 gol.
Catatan tersebut menjadikan Atletico sebagai salah satu tim yang paling minim mencetak gol di La Liga, hanya unggul 5 gol saja dari Leganes yang berada didasar klasemen dengan jumlah 18 gol secara keseluruhan. Ini menjadi permasalahan Atletico jauh sebelum musim ini, dimana pendekatan taktikal Simeone yang dinilai terlalu bermain bertahan dengan hanya mengandalkan serangan balik, padahal dengan materi pemain yang dimiliki, Atletico bisa jauh lebih produktif dari sekarang.
Label pemain muda termahal secara tidak langsung juga ikut membebaninya. Tanggung jawabnya di Atletico sudah bukan hanya urusan dia dengan supporter Atletico itu sendiri, melainkan dengan media dan penikmat sepakbola diseluruh penjuru bumi yang selalu menginginkan aksi yang luar biasa dengan segelontoran gol-gol indah disetiap minggunya. Padahal, ia bukanlah seorang sang mega bintang layaknya Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo yang sudah terbukti mentalitasnya. Tentu semuanya butuh waktu.
Baca Juga : Sheffield United melawan kerasnya Liga Primer Inggris
Level kompetisi yang berbeda antara La Liga Spanyol dengan Primeira Liga Portugal juga menjadi salah satu penyebabnya. Ketika Felix dapat dengan mudah melewati lawan, menggocek, dan mencetak gol di Liga Portugal, belum tentu ia akan dengan mudah melakukan hal yang sama ke gawang Levante, yang artinya, Liga Spanyol dengan Liga Portugal tidak bisa disamakan begitu saja. Tingkat adaptasi pemain berbeda-beda, dan bisa jadi, Joao Felix sedang melempem karena memang ia sedang menjalani masa adaptasinya saja.
Sebelumnya, saat sedang menjalani pramusim, Koke, rekannya, dalam suatu wawancara mengatakan bahwa Joao Felix memang butuh waktu untuk membuktikan kemampuan sebenarnya, tidak mudah bagi seorang anak muda yang baru pertama kali datang ke sebuah Negara dengan iklim dan budaya serba baru, juga label “Pemain Muda Termahal” yang seakan menghinggapi pundaknya. Sang Pelatih, Diego Simeone mengungkapkan hal yang senada dan lebih membiarkan Felix perlahan-lahan menikmati keadaannya saat ini, hingga ia terbiasa dan siap untuk menjadi kreator serangan utama Atletico Madrid.
Salah satu jurnalis olahraga di Mundo, juga mengatakan orang-orang tidak seharusnya terlalu berharap dampak instan dari Joao Felix. mereka harus berfokus pada umur dan bukan pada harga sang pemain yang sebenarnya masih membutuhkan waktu untuk terus berkembang Biarkan sang wonderkid untuk menjalani masa adaptasinya. Sulit memang, tapi untuk menjadi yang terbaik memang tidak ada yang mudah. Butuh usaha dan tekad yang kuat.