3/24/21

Kisah Perjalanan Granada dan Musim Terbaiknya

Oleh : Ary Ditio Baihaqi (@arybaihaqi_10)

Beberapa hari lalu telah dilakukan undian perempat final Champions League dan Europa League yang dilaksanakan di markas besar UEFA yang terletak di Nyon, Swiss. Ada yang berbeda dengan undian dimusim sebelumnya dimana undian musim ini langsung menentukan siapa lawan yang nantinya akan dihadapi disemifinal, jadi setidaknya kita sudah mulai bisa sedikit menebak kira-kira siapa akan bertemu dengan siapa di laga final nanti.

Granada, Europa League, La Liga

Perbedaan juga terletak pada tidak adanya status tim unggulan dan aturan mengenai tim dari negara yang sama untuk tidak saling bertemu, ini membuat peta persaingan menjadi lebih terbuka dan lebih banyak menghadirkan berbagai kemungkinan terjadi.

Kita akan menyaksikan kembali dua laga final ulangan, pertama final musim lalu yang mempertemukan PSG dan FC Bayern, kedua final musim 2017/18 yang mempertemukan Real Madrid dan Liverpool. Serta pertandingan yang mempertemukan dua tim yang sedang dalam performa terbaik di liganya masing-masing, yaitu Man City dan Dortmund yang tentunya menjanjikan pertandingan yang menarik dan intens hingga menit akhir.

Europa League juga menghadirkan beberapa laga yang layak untuk disaksikan, yaitu raksasa Belanda Ajax yang akan berhadapan dengan satu-satunya wakil dari Italia yang tersisa dikompetisi Eropa musim ini, AS Roma.

Diantara nama-nama besar tersebut, sepertinya tidak banyak yang menaruh perhatian pada salah satu kontestan asal Spanyol, Granada. Kecuali bagi sebagian besar dari kalangan pendukung Man United karena timnya yang kebetulan akan menghadapi sang debutan di perempat final nanti.

Baca Juga : 5 Pemain Muda Potensial yang Patut Untuk di Perhatikan Musim Depan

Tidak salah jika baru pertama kali melihat nama Granada dikompetisi Eropa, karena memang musim ini adalah musim perdana bagi mereka bisa merasakan bagaimana rasanya berkompetisi di liga “malam jumat”. Merupakan sebuah pencapaian yang patut diberikan apresiasi jika melihat apa yang telah mereka lalui untuk mendapatkan semua ini. Yang jelas ada proses panjang yang turut menyertainya.

Semua berawal pada tahun 2009 ketika ada seorang pengusaha bernama Gino Pozzo mengambil alih status kepemilikan Granada secara penuh. Selain Granada Pozzo juga memiliki beberapa klub sepakbola yang tersebar diantaranya Watford dan Udinese. Pada tahun 2009 saat itu Granada hanyalah tim biasa yang langganan main dikasta Segunda, hingga ketika keluarga Pozzo datang keadaan menjadi semakin baik yang berdampak pada performa mereka.

Musim 2010/11 menjadi momen bersejarah bagi klub asal kota Andalusia ini karena berhasil promosi ke La Liga setelah diakhir musim menempati urutan ke-5 dimana mereka harus melewati fase play off terlebih dahulu dengan menghadapi Celta Vigo dan Elche. Ini menjadi pertama kalinya sejak musim 1975/76 atau sekitar 35 tahun yang lalu bagi Granada kembali berkiprah di kasta tertinggi sepakbola spanyol.

Perlahan Granada mulai stabil dan konsisten berada di La Liga, walau posisinya selalu mepet dengan zona degradasi setiap akhir musim. Bahkan mereka pernah kembali turun kasta pada musim 2016/17 karena berada diurutan terakhir klasemen akhir.

Ditahun yang sama Granada kembali mengalami pergantian pemilik setelah seorang pengusaha asal China bernama Jiang Lizhang resmi membeli saham mayoritas dengan harga 37 Juta Euro. “Kami ingin berterima kasih atas kerja keras yang telah dilakukan oleh Gino Pozzo, dengan manajemen yang brilian setelah membawa klub dari Second B ke Divisi Pertama. Dan juga kepada Quique Pina (Mantan Presiden Granada), atas dedikasinya dan karyanya untuk menjadikan Granada setinggi mungkin selama ini” ucap Jiang dalam sebuah wawancara.

Jiang Lizhang, Granada, La Liga
(Pict: @GranadaCdeF)

Mulai saat itu semangat kembali bergelora, setelah berkutat di divisi Segunda selama dua musim mereka akhirnya kembali lagi ke kasta teratas La Liga, dan dimusim pertamanya skuad asuhan Diego Martinez ini langsung mengakhiri musim diperingkat ke-7 dan mencapai hingga babak semi final Copa del Rey sebelum akhirnya dikalahkan oleh Athletic Bilbao. Pencapaian dimusim itulah yang membuat The Nasrids mendapat kesempatan bermain dikompetisi Eropa untuk pertama kalinya sepanjang sejarah.

Perjuangan merekapun tidak mudah karena harus memulai dari fase kualifikasi hingga akhirnya bisa sampai ke fase grup. Granada harus menghadapi 3 tim yaitu FC Teuta (Albania), Dinamo Tsibilisi (Georgia), dan Malmo FF (Swedia). Ketiganya berhasil dilalui dengan relatif mudah dan mereka akhirnya resmi menjadi bagian dari grup E bersama dengan PSV Eindhoven, PAOK, dan Omonoia.

Granada tampil cukup baik sepanjang fase grup dengan hasil 3 kali menang, 2 kali imbang, dan sekali kalah. Total raihan 11 poin cukup untuk membawa Granada lolos ke babak 32 besar mendampingi PSV. Tantangan yang sebenarnya baru menghampiri setelah undian mempertemukan mereka dengan salah satu kesebelasan terbaik asal Italia, Napoli. Ternyata diluar dugaan, Granada berhasil menyingkirkan Napoli yang langganan bermain di Eropa dengan pemain-pemain bintangnya. Hasil akhir 3 – 2 dari dua leg sudah cukup untuk membawa Roberto Soldado dan kolega melenggang ke fase 16 besar, kali ini lawan yang dihadapi adalah Molde, klub yang membesarkan Erling Haaland di Norwegia.

Granada, Napoli, La Liga

Granada kembali “beruntung” menghadapi Molde, menang 2 – 0 dipertemuan pertama, dan kalah dipertemuan kedua 1 – 2 sama seperti ketika menghadapi Napoli. Dua penampilan berbeda dari dua leg ini disadari sepenuhnya oleh sang pelatih kepala, Diego Martinez, meski begitu ia tetap mengapresiasi semangat juang anak asuhnya untuk meraih hasil terbaik. “Tim berusaha untuk memenangkan pertandingan, kami hanya melewatkan gol di babak pertama, jika Anda tidak memanfaatkan momen bagus selalu ada opsi untuk kedua tim. Satu-satunya analisis adalah Kami di babak berikutnya, kami harus berterima kasih kepada para pemain karena mereka membuat kami menjalani momen unik ini” terang Diego Martinez.

Dan kini Granada berada di musim terbaiknya, aman diposisi klasemen La Liga dan menorehkan rekor tertinggi dimusim debutnya dikompetisi Eropa, melaju jauh hingga ke perempat final. Sungguh sesuatu yang tidak pernah terpikirkan akan terjadi.

Tantangan selanjutnya menjadi semakin berat. Man United sudah menunggu di depan mata dan siap untuk menguji. Bagaimanapun hasilnya nanti, Granada telah membuktikan menjadi tim yang tidak diunggulkan sama sekali bukan masalah, malah membuat tim menjadi lebih tenang karena tidak ada ekpektasi apapun yang dibebankan. Senada seperti apa yang dikatakan oleh Diego Martinez. “Tidak ada yang mengharapkan kami lolos ke (kompetisi) Eropa dan di sinilah kami, kami yakin dengan segala kemungkinan yang dimiliki dan kami akan memanfaatkannya sebaik mungkin”.